Sabtu, 15 November 2008

Melatiku



Ketika langkahku sampai di ujung taman bunga, angin lembut membawa bau harum melati yang menyampaikan salam atas langkahku yang pasti. Kutelusuri. Kucari di manakah melati yang salamnya sampai padaku. Melati, kau sepertinya tersenyum merayuku yang rindu pada kekasihku. Kau mengingatkanku pada asmara kami yang tertunda oleh waktu. Aku mengendus baumu atau akankah aku mengendus melati yang semilir oleh angin rindu?

Kutemukan kau, melati. Aku terpana memandangmu. Seakan kau adalah melati dalam mimpiku bulan yang lalu. Persis. Aku tidak mimpi di senja ini, kan?

Senyummu kau tebarkankan di redup senja ini. Matamu menatap lembut menundukkan senja semakin malam. Kini, aku menangkapmu di ujungnya ujung taman tanpa berontak. Pasrah.

Melati, aku hanya tamu yang tanpa sengaja singgah. Aku peziarah yang membaca nuraniku di sepanjang jalan. Dan, angin membawamu padaku. Tidakkah kau tidak menjual dirimu? Lambaian tanganmu menjawabi aku. Melati suci tak pernah dusta diri.

Aku menebar senyumku di setiap waktu. Aku menyapa pada setiap ciptaan. Aku tidak melacurkan diriku. Hanya aku tahu aku bukan untuk diriku sendiri. Aku untuk yang menyirami aku, untuk yang memetik bungaku, untuk yang membuang puntung rokoknya ke rumahku, untuk yang mengumpatku, untuk yang mengejekku, dan untuk yang menamparku. Aku untuk yang kemarin malam diteriaki maling dan untuk yang meneriaki rampok. Akankah aku kau katakan aku ini pelacur?

Tertegun kumemandangmu. Dan dari senyummu, aku tidak menemukan cerita cinta kita saja. Kau milik bagi yang memiliki. Sungguh kau merdeka. Aku menerima apapun yang datang padaku. Aku menjawabi mereka dalam kehendak bebasku yang tulus. Aku hanyalah keterbukaan, termasuk terhadap olokanmu, apalagi cintamu. Datanglah di setiap waktu. Mampirlah di setiap perjalananmu. Nikmatilah di setiap perjumpaan kita.

Melati, aku mencari cintaku, karena aku rindu. Aku ingin bercakap karena aku kekasihnya. Aku ingin selalu berjumpa karena kangen. Aku ingin bersua karena aku membutuhkannya. Sungguh, hari-hariku ingin kulalui bersama cintaku. Tak peduli apakah sedang sakit, sehat, berduka, bergembira, senang, dan menderita. Ternyata, melati yang ayu kau adalah kekasihku.


23 Februari 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)

Tidak ada komentar: