Rabu, 15 September 2010

Kev

Aku mengenalnya satu tahun yang lalu karena dia termasuk salah satu anak didikku. Waktu belum mengenal, kurasa tidak ada yang istimewa dari dirinya. Satu yang masih kuingat, dia sempat kuberi sanksi karena tidak membawa buku pelajaran. Itu awalnya.

Lama kelamaan, ada sesuatu yang menarik perhatianku dari dirinya. Tanpa kusengaja, aku membaca sebuah buku milik salah satu kawannya. Di salah satu buku itu, terselip sebuah gambar tangan yang sangat bagus. Gambar Legolas, tokoh peri dalam serial buku "The Lord of The Ring". Benar-benar indah! Ketika kutanya pada kawannya itu, dia memberi tahu kalau gambar itu hasil buah tangan si Kev! Aha, spontan ada ide yang memantik keluar.

Di waktu yang lain, aku berbincang-bincang dengan salah guru. Guru itu adalah mantan guru si Kev di SMP. Saat berbincang di kantornya, tanpa kusengaja aku melihat gambar tangan terselip di balik kaca bening di meja kerjanya.

"Wah, gambarnya bagus, Pak. Gambar ini mirip Bapak. Siapa yang menggambar?" tanyaku pada rekan guru itu.

"Oh, ini kalau tak salah, yang menggambar Kev," jawabnya.

"Kev yang sekarang murid saya?" tanyaku.

"Iya, benar!" sahutnya.

Aha! Pantikan ide spontan yang dulu sempat muncul di benakku pun akhirnya semakin membesar. Seperti telah menyulut ujung lilin yang segera memancar dan membentuk pendaran cahaya.

Anak itu benar-benar memiliki tangan yang indah. Mampu menggambar indah. Gambarnya benar-benar mengena. Aku menyukai gambarnya. Meski, yang kulihat baru dua contoh gambar. Angan-anganku waktu itu benar-benar terbang.

Di waktu-waktu yang senggang, di luar jam mengajarku, aku sempat ngobrol dengan Kev. Aku bertanya tentang kepandaiannya dalam mengolah jemarinya yang menghasilkan gambar-gambar sketsa orang dengan bagus. Gambar bentuk-bentuk kartun dan karikatur yang tentunya sangat menyenangkan bila bisa dikembangkan. Pada akhirnya, dia sanggup jika aku meminta tolong suatu saat untuk menggambarkan sesuatu yang nantinya bahannya akan kuberikan kepadanya.

Selang beberapa waktu, kesempatan itu pun tiba. Waktu itu, aku memberi tugas pada anak didikku untuk membuat laporan observasi. Waktu itu sudah memasuki tahun baru. Hal yang paling dekat pada bulan awal di tahun baru adalah hari raya Imlek. Beberapa kelompok siswaku mengumpulkan tugas dengan tema hari raya Imlek. Beragam hasil kubaca, hingga aku menemukan satu tulisan laporan yang sangat menarik. Isinya berupa cerita singkat asal mula hari raya Imlek. Sangat menarik. Tulisan itu kemudian aku ketik ulang dengan kuperbaiki sehingga membentuk sinopsis. Sangat bagus menurutku. Sinopsis itu telah kubagi menjadi beberapa paragraf. Nantinya, paragraf demi paragraf dapat dibuatkan ilustrasinya. Kev yang kuharapkan!

Setelah selesai, aku menemui Kev untuk membantuku. Aku memberikan sinopsis itu dan memintanya untuk membuatkan gambar ilustrasinya. Aku membayangkan, jika gambar itu selesai, gambar dapat ku-scann. Kemudian dapat kubuat menjadi urutan cerita menarik dengan diolah pada program video amatir seperti Window Movie Maker. Jika gambar itu jadi, kemudian disusun, diberi ilustrasi musik, kemudian ada rekaman narasinya, aduhaaiii.....! Aku membayangkan sebuah kolaborasi hasil karya anak didikku sendiri. Terus terang, bukan diriku. Aku sekedar memberi jalan saja. Dalam bayanganku, jika Kev ini berhasil, akan 'kupamerkan' di hadapan kawan-kawannya atau adik-adik kelasnya nanti. Ini hasil karya yang spektakuler yang telah dibuat oleh kakak kelas. Inilah impianku.

Kutunggu beberapa waktu dari Kev. Saat libur tiba, aku ingatkan agar gambar itu dibuat lebih cepat sehingga tidak mengganggunya. Kev menyanggupi. Aku dengan sabar menunggunya karena aku benar-benar berharap ilustrasi itu menjadi karya perdananya yang spektakuler bagiku.

Satu kesempatan, saat kutanyakan kembali hasil itu, dia tiba-tiba bilang, "Maaf, Bro. Tulisan yang Bro beri dulu ilang. Saya minta lagi, bisa?" Aku menarik nafas, "Bisa. Aku masih membawanya."

Aku berikan copy tulisan itu kepada Kev. Dengan harapan, tulisan baru itu sebagai pengganti dan nanti akan mempermudah pengerjaannya. Yah, bisa kumaklumi, dia anak muda yang memiliki kesibukan bermacam-macam. Siapa tahu, tulisan dariku dulu itu terselip dan dia tidak tahu entah di mana.

Saat ada perjumpaan di kelasnya, dia menemuiku di meja guru. "Bro, ini hasilnya. Tapi belum semua jadi. Gimana?" katanya sambil menyorongkan hasil gambarnya. Mataku mengerjap senang. Aha, akhirnya gambar itu jadi. Akan tetapi, gambar itu baru jadi beberapa lembar. Belum semua.

"Ah, tak harus tergesa-gesa. Kalau begitu, selesaikan saja. Oh, ya. Bisakan beberapa bagian kamu pertebal dengan warna merah?" sahutku.

"Bisa," jawabnya.

"Kalau demikian, selesaikan semuanya hingga nanti semua kelar. Begitu ya?" kataku penuh keyakinan. Dia mengangguk, kemudian mundur ke tempat duduknya sambil membawa hasil yang belum selesai.

Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga ujian kenaikan kelas pun tiba. Masa-masa itu, aku tak begitu ingat karena siswa-siswi juga pasti konsentrasi pada ujian. Saat jumpa sebelum libur, setelah penerimaan raport, aku masih bertemu Kev.

"Gimana gambarnya? Tahun depan, aku sudah tidak mengajarmu lagi lho," kataku.

"Ah, tak masalah, Bro! Kan saya masih di sini juga," jawabnya.

Liburan tiba. Kupikir, selama libur gambar itu akan dia selesaikan. Dengan demikian, kalau selesai, gambar itu dapat aku olah di tahun ajaran baru untuk adik-adik kelasnya. Selama libur itu, aku sudah kurang begitu ingat karena ada tugas lain yang menyita perhatian yaitu penerimaan siswa baru.

Saat masuk tahun ajaran baru, aku tak begitu memikirkan pesananku itu pada Kev. Terlebih, ketika hari-hari perjumpaan di sekolah, Kev seolah sudah lupa dengan gambar yang kumintai itu. Pelan-pelan, aku tak lagi berusaha mengingatkan lagi padanya. Kev juga sudah memiliki perhatian lain di kelas yang baru ini. Gambar itu tak selesai!

Aku terlalu berandai-andai. Aku terlalu melambungkan mimpi. Memang, apa salahnya jika aku bermimpi, Kev suatu saat menggunakan keahliannya itu menjadi seorang pembuat "storyboard" film? Atau menjadi seorang kartunis yang hebat? Atau mungkin, dia memang tidak di bidang itu, namun masih menyempatkan waktunya untuk menggoreskan pensil dan pena warnanya di kertas?

Mungkin memang aku terlalu berandai-andai. Sedih sebenarnya. Jujur saja, aku tak bertujuan negatif dengan memanfaatkan Kev bagi diriku sendiri. Tidak! Bukan itu. Aku hanya ingin berusaha mengembangkan dirinya melalui salah satu bakat yang dia punya dan kebetulan aku tertarik pada bakatnya itu. Atau, barangkali enam batang coklat "Silverqueen" yang telah kusediakan baginya, jika gambar itu telah jadi, tak cukup untuk membangkitkan semangatnya.

Aku hanya tercenung membaca tulisannya di dinding "facebook"-ku, "Maaf, ya Bro, udah kukecewain." ***