Jumat, 13 Februari 2009

Stop Press for Luv!

Istimewa di 14 Februari!. Keistimewaan itu rasanya setiap tahun selalu ada. Yaa...! Tapi tak apalah! Setiap tahun selalu ada dan selalu berbeda!

Adakah sesuatu yang paling membahagiakan jika kasih itu sebenarnya tumbuh sejak kecambah sedang tumbuh? Kecambah tumbuh, besar, kemudian menjadi pohon. Semua yang bisa datang, datang! Menikmati rimbunnya dedaunan yang tumbuh segar!

Adakah sesuatu yang paling membahagiakan jika kasih itu bisa bertahan meski harus menghadapi maut sekalipun? Maut datang menjemput, merenggut, dan memporak-porandakan mimpi!

Adakah sesuatu yang paling membahagikan jika kasih itu hidup kembali, karena ada kasih yang lebih mampu untuk menghidupkan? Jika Tuhan berkehendak, apa pun tak dapat dielakkan! Jika Tuhan menyabdakan, apa pun pasti terjadi!



Kupersembahkan film ini kepada teman-teman pada hari Kasih Sayang! (Ah, kuingin kecambah itu tumbuh dan hidup hingga tak ada yang memisahkan!)

Say Hello for Me!

Membunuh Diri

Awal tahun 2002, koran, majalah, dan media elektronik ramai memberitakan banjir yang melanda beberapa daerah dan negara lain. (Di tahun 2008, saat tulisan ini aku upload, banjir itu masih tetap mengganas) Mungkin, di antara kita ada yang terkena banjir. Misalnya, banjir di Jakarta yang menyebabkan banyak warga mengungsi ke daerah lain yang dianggap lebih aman. Pembabatan dan penjarahan hutan yang semakin meluas yang mengakibatkan hutan menjadi gundul. Kompas (7/3/02) memberitakan tentang penambangan pasir yang menimbulkan kerugian ekonomi dan ekologi. Informasi-informasi ini juga membanjiri kita.
Banjir yang melanda beberapa daerah negara kita menimbulkan kerugian materi, teruma psikis, bahkan nyawa manusia. Ketenteraman dan kesejahteraan terusik, terganggu dan semakin membebani masyarakat yang sejak lama berjuang untuk keluar dari krisis multidimensi. Puncak, Bogor dituding sebagai salah satu penyebab banjir di Jakarta. Puncak sebagai daerah resapan air menjadi gundul akibat pembabatan pohon. Puncak menjadi ’hutan’ perumahan dan villa. Suatu kenyataan bahwa banjir melanda wilayah negara kita dan kita menderiat sebagai akibatnya.
Di pihak lain, banjir yang mengakibatkan penderitaan itu menumbuhkan sikap solider sesamanya. Misalnya, ada sekelompok masyarakat yang memberi bantuan berupa sembako dan obat-obatan. Beberapa stasiun televisi membuka dompet bantuan untuk korban banjir, dan ada pendirian posko-posko bantuan banjir. Bantuan-bantuan itu diharapkan mengurangi penderitaan sesama yang tertimpa bencana banjir. Pertanyaan yang dapat timbul adalah apakah banjir itu masih akan melanda daerah kita lagi? Atau daerah kita sudah tidak akan kebanjiran? (Pada kenyataannya, ketika tulisan ini aku upload, banjir malah semakin meluas di daerah lain!)
Kita dan pemerintah mengetahui bahwa akibat pembabatan hutan mengurangi daerah resapan air. Akibat selanjutnya adalah tanah gundul, erosi, sumber-sumber air kering dan banjir. Selain itu, keseimbangan ekosistem terganggu, panas meningkat, musim tidak teratur dan tidak menentu. Kita dan pemerintah mengerti dan dapat membuat kebijakan untuk menanggulangi banjir. Kita dan pemerintah tahu bahwa negara memiliki kekayaan alam dan ada income dari alam itu, baik materi maupun keseimbangan dan keserasian lingkungan. Kita dan pemerintah mengetahui bahwa banjir mengakibatkan penderitaan dan kerugian secara materi, jasmani, dan psikorohani. Penderitaan akibat banjir bukan hanya saat banjir saja, tetapi pascabanjir misalnya sarana prasaran rusak. KOMPAS (6 & 7/03/02) memberitakan beberapa warga terserang penyakit lepsospirosis dan di antaranya meninggal. Kita dan pemerintah mengetahui bahwa tindakan orang-orang yang tak bertanggung jawab mengakibatkan banjir melanda kita. Mungkin kita dan pemerintah mengetahui bahwa orang-orang itu melakukan tindakan bunuh diri dan kita kena akibatnya. Pertanyaannya adalah, sudahkah kita dan pemerintah mengetahui, tetapi tidak mengerti apa yang harus kita perbuat? Atau kita dan pemerintah mengetahui dan mengerti yang semestinya dilakukan, tetapi tidak mau mengerjakan dengan berbagai alasan? Yang jelas, ktia tidak berharap banjir melanda daerah kita.
Sebagai warga negara, kita dapat melakukan tindakan preventif terhadap bahaya banjir, baik perorangan maupun bersama-sama. Menurut saya, kita juga ikut bertanggung jawab untuk mengatasi banjir. Tidak bijak jika semua tanggung jawab dilimpahkan kepada pemerintah. Kita dapat membantu pemerintah. Misalnya mulai sekarang kita. Syukurlah kalau sudah, kita tertib membuang sampah. Bukahkah sampah dapat menyebabkan banjir? Membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan saluran air, selokan, dan sungai tersumbat. Selain itu, lingkungan menjadi tidak sehat, air tercemar, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Dari keluarga, anak-anak, dan kenalan ktia, kita menanamkan sikap sadar akan rasa mencintai lingkungan, tananam, dan pohon. Tanaman dan pepohonan juga sesama kita yaitu sesama ciptaan Tuhan. Kita memperlakukan mereka sebagai sesama kita. Sebagai sesama mereka harus dihormati, dipelihara, dan dijaga. Kita tidak dapat sewenang-wenang terhadap mereka. Kita mulai dari tananam dan pohon di lingkungan rumah kita.
Syair lagu miliki Ebiet G. Ade berjudul ”Untuk Kita Renungkan” sangat mengesan. Begini bunyi cuplikannya, ”...ini bukan hukuman/hanya satu isyarat/bahwa kita mesti banyak berbenah”. Ebiet mengingatkan dan mengingatkan kita untuk sadar dan bertobat. Bukankah kita tak ingin menderita dan membunuh diri karena kecerobohan, ketamakan, dan kesewang-wenangan terhadap alam lingkungan? Apa kata Ebiet dalam ”Senandung Pucuk-pucuk Pinus”? Dia berkata, ” Bila kita tak segan mendaki/lebih jauh lagi/kita akan segera rasakan betapa bersahabatnya alam/bila kita tak segan menyatu/lebih erat lagi/kita akan segera percaya betapa bersahajanya alam”.


Yogyakarta, 08 Maret 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)
(disarikan dari file lain, 16 Desember)


Rabu, 11 Februari 2009

Tuhan: Kasih dan Cinta

Di sepanjang adaku, Tuhan menyertaiku. Sungai tidak menghanyutkan aku. Api tidak membakar aku. Di mata-Mu, aku berharga dan mulia. Engkau mengasihi aku.
Aku memuji-Mu, Tuhan. Engkau kupandang membentangkan langit seperti tenda. Tenda melebar tanpa tiang dan awan-awan menghiasinya di sepanjang hari. Aku bagai anak kecil bersorak-sorai melihat-Mu menggoyang-goyangkan awan, sehingga berlarian berkejaran. Segaris sinar-Mu memainkan mataku, sehingga silau dan Kau katakan: lihatlah ini hadiah untukmu.
Penciptaku, kupetik bintang yang Kau gantung di halaman luas angkasa. Kurengkuh dan kudekap. Kubawa berlarian dan berlari sampai aku terengah-engah. Seakan-akan Dia mengejarku dan bercanda: kembalikan bintangku. Kau tangkap aku dan Kau peluk serta Kau bisikkan kata-kata-Mu: ini untukmu.
Di sisi Timur kulihat gunung tinggi menjulang. Awan bergerombol di atasnya dan bergerak perlahan yang seakan berjalan-jalan di sore hari menikmati matahari terbenam. Burung-burung beterbangan santai di antara awan dan menyelinap bersembunyi di dalamnya. Angin berhembus sejuk menerpaku dan berbisik menyampaikan salam kepadaku, katanya: ini Kubuat untukmu. Tak satu pun di bawah tenda-Nya yang membentang luas ini untuk-Nya sendiri, tetapi untukku. Memang semua milik-Nya, tetapi aku boleh memilikinya. Karena milik Dia dan dari Dia untukku, kupakai dan kugunakan untuk kegembiraanku demi kemuliaan-Nya. Dia bilang: Aku tiada lelah membuat semua hal yang kau perlukan dan kau butuhkan. Dan Dia berpesan: pakai dan gunakanlah karena dan untuk Aku.


17 Oktober 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)

Senin, 09 Februari 2009

Yang Maha Tahu Itu Tuhan

”Tuhan menyelidiki dan mengenal aku. Ia tahu kalau aku duduk atau berdiri. Ia mengerti pikiranku. Ia memeriksa aku kalau aku berjalan atau berbaring. Jalanku dimakluminya. Sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, semuanya telah Kau ketahui. Engkau melingkupi aku dari mana pun.”
Tuhan, Engkau tidak pernah meninggalkan aku. Di mana pun aku berada, di situ pun Engkau ada. Keberadaan-Mu mengatasi keadaanku. Tuhan, kapankah engkau tidur jika Engkau ada demi adaku? Begitu besarkah Engkau, sehingga segala jalanku Kau maklumi? Aku ingat aku bosan untuk berdoa, bekerja, dan kala aku malas! Kau tanyakan mengapa? Perhatian-Mu tak terkira besarnya.
Jika demikian ke manakah aku akan pergi meninggalkan-Mu dan di sana tanpa ada-Mu? Ke mana aku akan sembunyi dari-Mu. Aku malu kala aku ingkar atas Engkau dan atas rahmat-Mu. Ke manakah kusembunyikan wajahku? Sungguh tiada tempat.
”Engkau menenunku sedari kandungan ibuku. Engkau melihat selagi aku bakal anak dan semua tertulis dalam kitab-Mu. Di mana pun aku, Engkau bersamaku.” Tuhan, sedari aku bakal anak manusia, Engkau memperhatikan aku dalam kasih-Mu. Aku Kau bentuk menjadi aku. Sedari kecil Kau panggil aku dan Engkau tak pernah jauh dariku. Tuhan, apakah yang Kau mau dariku? Hanya ini aku. Dan, tiadalah satu pun yang dapat aku sembunyikan sekalipun dosa-dosaku. Terimalah persembahan hidupku dan pujianku.


9 Agustus 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)

Minggu, 08 Februari 2009

Tuhan Itu Bapak


Tuhan mencipta aku. Ketika Ia mempersiapkan langit, aku di sana. Ketika Ia menggaris kaki langit, menentukan batas laut, dan ketika menetapkan dasar-dasar bumi, aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan-Nya. Senantiasa aku bermain-main di hadapan-Nya.
Tuhan, Engkau Bapakku. Engkau membiarkan aku memandang dan bersama-Mu ketika Engkau berkarya. Engkau membiarkan aku bermain ketika Engkau berkarya karena aku anak terkasih-Mu. Tuhan, betapa indah dan bahagia hidup ini. Engkau menjadikan aku anak-Mu, Engkau Bapakku. Bapak, aku anak tiada punya apa, kecuali: terima kasih.

Aku ingat ketika ayahku ke ladang. Aku digendongnya. Ketika di ladang mendapatkan gangsir* dikumpulkannya untukku. Aku dibiarkan bermain-main. Waktu pulang, aku dituntunnya. Aku ingat ketika Ibu membelai rambutku. Aku mendapatkan kehangatan, ketentraman, damai, ketenangan, bahagia menyertai aku. Tuhan adalah Bapak dan Ibu. Ia sempurna adanya.

* gangsir: sejenis hewan, mirip jengkerik, tinggal di dalam tanah.

8 Agustus 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)

Kamis, 05 Februari 2009

Nyanyian Dalam Keheningan

Adakah yang membedakan antara dunia yang satu itu di kala aku menyepi dengan aku yang melakukan aktivitas? Jika ada, siapakah aku, sehingga aku membedakannya? Aku tidak membedakannya dalam definisi yang aku buat. Tetapi situasi dan kondisi dunia telah menanamnya. Dan, ia menaburnya. Taburan benih itu berbuah dalam kehidupan. Dan buah kehidupan itu menghasilkan pengalaman. Pengalaman itu hidup dalam kehidupan manusia. Masalahnya adalah apakah buah itu baik dan benar? Ia baik dan benar jika memperkembangkan aku dan sesama ke arah hidup Allah. Jadi baik dan benar itu bukan karena aku sendiri yang membenarkannya, tetapi karena kita merasakan dan menikmati bersama buah yang menyebarkan Roh Allah. Jadi baik dan benar itu karena Tuhan ada di dalamnya. Dan, di manakah aku dapat menemukan buah itu: di keramain, keheningan, atau kesibukan?
Dalam keheningan, aku memandang aku, baik yang lampau maupun yang kini; aku memandang yang lampau dan yang kini untuk menatap masa depan. Dalam keheningan itulah aku dapat menyarikan biji-biji yang aku taburkan selama hidupku. Segalanya menjadi bermakna. Aku menemukan kebaikan Allah dan Allah sendiri. Di sanalah nyanyian dikumandangkan oleh setiap insan karena di sanalah suara Tuhan terdengar.


7 Agustus 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)

Keheningan

Aku menghadapi diriku dalam duniaku. Aku berbicara dan diam bersama aku. Aku berhadapan dengan aku, aku yang luas. Sesuatu yang luas itu membentuk dunia yang menjadi milikku. Aku tidak sendirian. Aku yang lain memiliki dunianya sendiri. Aku adalah kami dari sang Perahmat dan dari satu pencipta. Pada dasarnya kam tak terpisahkan. Kami tanpa jurang yang memisahkan dua buah bukit ataupun gunung. Siapakah aku sehingga aku berkata-kata tentang jurang pemisah? Bukankah Dia yang memberikan nafas hidup-Nya itu menempatkan ciptaan-Nya dalam satu wadah?
Dalam ciptaan yang sempurna, pujian, syukur, nyanyian, dan tarian terus menggema di setiap waktu dan tempat. Namun demikian, hanya dalam Dia semua itu terjadi. Dalam kebersatuan sebagai ciptaan, segala sesuatu menjadi indah dan menggembirakan. Itulah rahmat dan berkat yang tiada duanya dari Sang Pencipta.

6 Agustus 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)