Saya sedang memberi tugas pada anak-anak untuk menyiapkan puisinya sendiri-sendiri. Temanya masih saya batasi seputar dunia sekolah, guru, dan relasi mereka dengan orang tua. Saya pikir, dengan pembatasan ini, fokus pemaknaan akan jauh lebih mudah dikaji bersama.
Tak mudah sebenarnya buat saya mengajarkan puisi kepada mereka. Persoalannya, saya musti bisa memberi contoh pada mereka. Ya, contoh puisi-puisi saya. Ya, contoh bagaimana saya membawakan puisi-puisi saya.
Memang sih, saya berusaha untuk memberikan pengantar pada anak-anak itu tentang puisi. Intinya, menikmati puisi itu tidak sebatas pada teorinya saja. Puisi baru dapat dinikmati ketika seseorang bisa mengapreasiasikannya. Berekspresi dan membuat.
Berpuisi! Berpuisilah! Berpuisi adalah menyampaikan perasaan yang berangkat dari pengalaman diri. Puisi, puisi! Biasanya cinta adalah tema puisi yang paling banyak dipilih. Kira-kira kalau puisi seperti ini, apa ya cukup bagus....!
Nak, buatlah puisi tanpa cinta
Buatlah puisi tentang apa saja
Namun bukan puisi cinta!
Nak, menarilah tanpa cinta
Menarilah dengan apa saja
Namun, bukan tarian cinta
Aku ingin melihatmu membahana bukan dengan cinta
Aku ingin menatapmu melayang bukan dengan cinta
Aku ingin menyaksikanmu melambung bukan dengan cinta
Saya memang sedang belajar. Membuat puisi juga sedang belajar. Mengajarkan puisi juga sedang belajar! Apa saja sedang saya pelajari. Termasuk mengagumi seorang murid saya yang sangat pandai membuat puisi, menyusun puisi, membawakan puisi, dan menghayati puisi!
Saya ingin belajar padanya!
Sama seperti saya belajar pada tumbuhan di halaman sekolah yang ingin mengatakan, "Aku perlu siraman air."