(Selamat Ulang Tahun: Natalia, 22 Juli)
Semarang masih pagi, menunjuk waktu yang lewat sampai kini.
Lintas kota dan provinsi, Semarang dan Yogyakarta,
aku menelusuri awan, mendaki bukit, menyelinap, menyalib motor dan bus.
Kutangkap yang di Yogya,
bersembunyi di antara kejelasan dan samar-samar dalam kepalaku.
Kuraih sesosok tubuh bernama yang akrab dalam nyata dan ilusi.
entah sampai kapan sesosok tubuh bernama itu akrab dan setia
pada hari yang kugambar dalam buku, meja, ballpoint, dan dalam hati
yang mengeja engkau dari jemari kaki, ke lutut, ke paha, ke pinggul, ke perut,
ke dada, ke dagu, ke bibir, ke hidung, ke mata, ke telinga, ke dahi, ke kepala,
ke rambut, dan pula tangan serta jemari tanganmu yang lembut.
Mungkin kau punya jawaban?
Masih pagi.
Mempercepat waktu yang kupasang pada 22 Juli di tanggalan dan di kertas ini.
22 Juli bukan segalanya. Di balik 22 Juli lahir segalanya menulisi jalanmu
pada setiap kaki kau pijakkan dan pada setiap hembusan nafasmu.
Pada bekas pijakan itu bernyanyi dan menari, memanggil-manggil nama yang tidak asing.
Kutangkap suaramu dan kuintip jalanmu dari setiap pijakan kaki yang kau lewati.
Maaf aku tanpa permisi menikmati jalanmu sepanjang yang kutahu. Dan ini satu dari sekian catatan yang kuperoleh dari intipanku: Panjang Umur dan Bahagia, Tuhan beserta kita!
Salamku,
Semarang, 18 Juli 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)
Senin, 08 Desember 2008
Senin, 01 Desember 2008
Sejarahmu Tak Terperingati
Mengingatmu sampai waktu kutulis puisi
menyibak lalu yang bertumpuk-tumpuk kisah
antara derai tawa dan air mata, kepedihan dan keriangan, gelap dan samar-samar
menusuk rasa menyelinap pori-pori, mengalir ke pembuluh-pembuluh darah
lalu dan sekarang anak kembar beriringan di trotoar ke trotoar.
Menyingkapmu kubayang semesra membuka baju dan celana,
mengurut dada, kaki sampai kepala
mesti menelusuri rimba, memungut debu di antara batu dan kerikil
menengadah tinggi-tinggi ke awan dan bintang-bintang
dipeluk-peluk melekat rekat satu
denyut nadimu dan nadiku seirama menari balet serasi
sejarahmu teman-teman tak terperingati oleh siapa-siapa
oleh hari yang berganti hari
oleh debu tersapu hujan semalaman
untunglah: masih ada aku teman.
Walau aku seonggok sampah membusuk
teriakku menyengat di seputar duniaku
meraja di angin berlari
sejarahmu kuajarkan pada mereka: damaimu dan damaiku adalah damai kita.
Hanya aku seonggok sampah yang disingkiri.
3 Juli 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)
menyibak lalu yang bertumpuk-tumpuk kisah
antara derai tawa dan air mata, kepedihan dan keriangan, gelap dan samar-samar
menusuk rasa menyelinap pori-pori, mengalir ke pembuluh-pembuluh darah
lalu dan sekarang anak kembar beriringan di trotoar ke trotoar.
Menyingkapmu kubayang semesra membuka baju dan celana,
mengurut dada, kaki sampai kepala
mesti menelusuri rimba, memungut debu di antara batu dan kerikil
menengadah tinggi-tinggi ke awan dan bintang-bintang
dipeluk-peluk melekat rekat satu
denyut nadimu dan nadiku seirama menari balet serasi
sejarahmu teman-teman tak terperingati oleh siapa-siapa
oleh hari yang berganti hari
oleh debu tersapu hujan semalaman
untunglah: masih ada aku teman.
Walau aku seonggok sampah membusuk
teriakku menyengat di seputar duniaku
meraja di angin berlari
sejarahmu kuajarkan pada mereka: damaimu dan damaiku adalah damai kita.
Hanya aku seonggok sampah yang disingkiri.
3 Juli 2002 (Cinta itu ada-Ku; Ia Sang Pengada)
Langganan:
Postingan (Atom)