Selasa, 18 Januari 2011

Mengelupas Kenangan

Tahu mengelupas 'kan? Kalau ada tambalan di pipi karena kena jerawat, trus kita ambil. Naa, itu mengelupas. Tapi, kalau mengelupas kenangan, gimana caranya?

Itulah yang sedang saya coba lakukan dengan kawan-kawan muda saya di kelas. Saya meminta mereka untuk menceritakan kembali pengalaman selama ini. Pengalaman liburan, boleh. Pengalaman masa sekolah, boleh. Pengalaman masuk sekolah, boleh. Pengalaman masa kecil, boleh!

Bercerita itu harus bagus. Kalau tidak bagus, orang lain tentu tak akan dapat menangkap isi cerita. Jelas itu! Oleh karena itu, saya selalu menyampaikan kepada mereka, ceritakanlah dengan baik. Kriteria cerita baik? Ya, alurnya runtut, jelas, kronologis. Terus, kalau disampaikan lisan, suaranya musti yang keras. Ekspresinya pun tampak. Kalau hendak menekankan sesuatu, tampakkan dengan gerakan anggota badan dan mimik wajah yang tepat. Itu baru bercerita. Kalau hendak disampaikan secara tertulis, tulisan musti yang siip! Sip itu bisa tulisannya tidak seperti cakar ayam. Susunan kalimatnya pun yang tepat. Gimana, ya? Yaaa, gitu deh! Pokoknya, gitu!

Kalau semua syarat terpenuhi, dijamin ceritanya bakal menarik. Bener lho! Banyak yang isinya menarik. Saya sangat suka. Kadang bikin saya tersenyum. Kadang memunculkan ide tertentu.

Misalnya, cerita salah satu kawan tentang kegiatan Pramuka. Runtut ceritanya. Mudah ditangkap. Cerita ini menumbuhkan ide untuk mendokumentasikan rekaman video kegiatan ekstra Pramuka. Sebenarnya, rekaman tahun lalu masih ada. Hanya belum diedit dengan baik. Nah, cerita ini memunculkan ide jalan cerita video yang sempat macet itu. Juga, cerita ini bisa sebagai narasi yang bagus. Tak harus sempurna. Paling tidak, yang diceritakan itu adalah murni buatan kawan muda saya itu.

Cerita lain yang membikin geli adalah pengalaman masa kecil kawan muda saya ini. Pengalaman masa sekolah dasar. Dia bisa bercerita tentang kenakalannya ketika harus mengikuti pelajaran di tempat salah seorang guru. Ih, degil! Itu kesan saya! Saya dapat membayangkan dia ini ketika masih kecil bersama kawan-kawannya, ribut di rumah guru itu. Lalu, guru itu marah. Yang menggelikan, dia mengatakan kalau kegiatan selama pelajaran tambahan itu simpel. Guru membuat soal, anak-anak mengerjakan, terus ditinggal tidur. Ha...ha...ha...! Nanti, bangun lagi kalau suara anak-anak itu ribut.

Ada juga cerita tentang kehidupan di kampungnya. Sebagai anak petani, dia harus turut membantu orang tuanya bekerja di sawah. Dia menjaga sawah di pinggir kampungnya dari serbuan burung pemakan padi. Susana kampung yang aman, tenteram, jauh dari kebisingan sangat mudah tertangkap oleh saya. Juga ketika kawan muda ini menceritakan kegemarannya pergi ke hutan untuk mencari berbagai buah hutan. Terasa sekali nuansa alamiahnya. Hutan yang bersahabat. Hutan yang memberikan rasa bahagia bagi manusia yang tinggal bersamanya.

Cerita relasi dengan orang tua pun banyak. Mereka menceritakan pengalaman bekerja dengan orang tuanya dan berlibur dengan orang tuanya. Segalanya bisa tertuang jelas dalam tulisan-tulisan tangan mereka. Ha...ha...! Mengasyikkan sebenarnya. Mau rasanya saya memindahkan beberapa tulisan mereka di blog saya ini. Akan tetapi, apakah mereka memperbolehkan?

Banyak cerita yang menarik. Cerita-cerita di atas itu sekedar contoh saja. Sebenarnya, kalau kita ini mau dan mampu bercerita tentang pengalaman masa lalu kita, semuanya akan bermakna bagi yang mendengar atau membacanya. Sama seperti ketika saya bisa membaca cerita dari kawan-kawan muda saya itu. Banyak hal bisa saya kagumi pada mereka. Saya masih menunggu cerita-cerita lain yang tentu tidak kalah menariknya dengan yang sudah saya baca.

Inilah yang saya sebut mengelupas kenangan. Tepat atau tidak ungkapan ini, saya kurang tahu. Pada dasarnya, kenangan itu bisa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Semuanya bisa saja kita tambal. Jika suatu saat, kita ingin membuka kenangan itu, tambalan itu tinggal kita kelupas. Apakah tidak akan hilang? Tidak! Kecuali memang yang sudah hilang. Ha...ha...ha...! Mengelupas dengan tuntas, tas, taaaasss! Wah, ini tak ada hubungannya dengan kenangan.***

Minggu, 02 Januari 2011

Salam di Tahun 2011

Di awal tahun ini, saya hanya ingin menyapa Anda. Barangkali, tak semua dari Anda membaca tulisan saya. Akan tetapi, baik Anda yang sempat tulisan saya atau pun tidak sempat membaca tulisan saya, sekali lag, saya ingin menyapa Anda.

Apa rencana Anda di tahun 2011? Ada? Tidak ada? Ah, saya tak ingin menggurui Anda (meskipun saya ini menyandang status guru-beneran) untuk memiliki rencana. Apa pun pilihan Anda. Apa pun keputusan Anda, tahun 2011 sudah berjalan. Siap atau tidak siap, Anda harus menjalani hidup Anda di tahun 2011.

(Lho, kok bahasa saya jadi ketularan Mamang yang ngisi acara "The Golden Ways" itu ya? Sebaiknya saya kembali ke diri saya saja).

Apa yang bisa aku kepadamu sebagai sapaan di awal tahun ini? Apa saja pun tak masalah kan? Kamu bisa saja menerima tulisan-tulisanku. Kamu bisa saja tak menerima tulisan-tulisanku.

Tahun itu akan selalu berjalan. Sama seperti aku yang masih bisa berjalan. Tak akan berhenti. Selama kaki masih bisa digunakan untuk berjalan, yaa...berjalan. Bahkan ketika kakiku (dan juga kakimu) tak bisa bergerak, tahun itu masih bisa berjalan. (Eh, jangan kaitkan dengan kiamat di tahun 2012).

Kini dan di sini. Aku selalu ingat kata-kata yang pernah aku dengar beberapa tahun lalu. Kini dan di sini. Ungkapan yang menunjukkan bahwa seseorang itu memang harus bisa menyadari adanya kekinian sebagai pribadi. Pribadi yang tak perlu berpikir tentang masa lalu dan masa depan. Katanya, masa lalu dan masa depan itu juga berasal dari kini dan di sini. Jadi, jadilah manusia yang selalu bersikap riil tentang kini dan di sini.

(Waduuuhh...saya ini nulis apa? Pasti, kawan-kawan muda saya yang usianya masih 14, 15, 16, 17 tahun kurang begitu suka. Waduuuuhhh.... Ya, maaflah! Namanya juga sekedar sapaan. Jadi, apa saja bisa saya sampaikan sebagai sapaan, asal tidak jorok, tabu, fulgar!)

Hidupku telah sampai di awal 2011. Sangat mensyukuri bahwa masih bisa menghirup udara tahun 2011. Masih sama sih. Gak beda! Tapi tak usahlah dicari-cari perbedaan itu. Yang penting, sama! Lho, kalau sama, mengapa harus kutulis di sini? Ya, suka-suka aku lah yaaa! Apa saja kan bisa kutulis asal tidak menyinggung perasaan orang lain (yang membaca tulisanku ini).

Apalagi yang musti aku sampaikan kepadamu? Tentang rencana? Aku malu sebenarnya kalau membeberkan rencana. Karena itu sama saja dengan mengkhianati kata-kata "kini dan di sini" itu. Lho? Tapi aku toh memang belum mampu memegang kata-kata itu. Lagian, kan sedang berusaha.

Rencana. Memiliki rencana itu sebenarnya menggairahkan hidup. Terlebih rencana itu terasa matang. Manis. Indah. Siap. Pantas. Tentu saja, juga...hidup! Menjadikan hidup lebih hidup!

Ah, sudahlah.... Yang penting aku sudah menyapamu. Lain waktu, aku coba sapa kamu lagi dengan sapaan yang lain lagi.